Sunday 27 December 2009

What Came First, the Scarcity or Condition?

Seperti yang kita tahu, selain kecintaan akan mengoleksi, orang juga melihat sisi investasinya. Akan sangat menyenangkan bila kita tahu ada harta karun didalam koleksi kita. Begitu pun ketika mengoleksi piringan hitam. Banyak album-album langka diluar sana menunggu di gali atau ditemukan.
Dan permasalahan pelik yang muncul kala kita mengoleksi piringan hitam adalah menentukan harganya. Jerry Osborne, yang kerap dijuluki ”Godfather of Record Collecting” telah mengeluarkan semacam buku panduan harga yang sangat membantu bagi para kolektor dan penjual piringan hitam dalam menentukan harga piringan hitam mereka. Jerry Osborne memang seseorang dengan pengalaman bertahun-tahun dalam bidang ini. Panduannya dipakai oleh banyak orang dan dapat di-download. Panduan harga ini terus di-update setiap tahun dan telah terbit sebanyak 130 seri.
Dalam bukunya ”The Fascinating of Vinyl Record Collecting”, Robert Benson menulis bahwa, SEBERAPA LANGKA DAN TUA PIRINGAN HITAM ITU, KONDISI TETAP NOMOR SATU. Kita sudah akrab terlebih dahulu dengan singkatan NM, M, VG, atau G yang merupakan tingkatan kondisi piringan hitam yang akan menentukan harganya. NM berarti Near Mint yang berarti baik visual maupun audio semuanya dalam kondisi prima. Sebuah piringan hitam dalam kondisi NM berada dalam kisaran harga penuh, sementara VG atau Very Good (atau kerap juga disebut Excellent tergantung dari pedoman mana yang diambil) berharga sekitar 75% dari NM. Jadi walaupun anda menemukan sebuah piringan hitam langka dari era 50an dalam kondisi memprihatinkan, tetap saja harganya akan jatuh.
Banyak faktor yang mempengaruhi meroketnya harga sebuah album. Yang pertama adalah kelangkaan. Banyak piringan hitam dijual dalam jumlah sangat terbatas seperti contohnya album-album RnB era 1950an ketika promosi dan publikasi sangat kurang. Hal ini nantinya akan mempengaruhi permintaan pasar di era sekarang. Faktor kedua adalah Permintaan pasar. Seiring era internet yang semakin menggurita, banyak situs-situs lelang seperti Discogs.com, eBay.com kemudian menjadi sumber mencari album-album tua. Album-album yang dikira sudah hilang kemudian muncul lagi dalam harga fantastis. Masih banyak faktor lain seperti sejarah band dan label, tahun rilis, kondisi album, dsb.
Panduan harga milik Jerry Osborne memiliki akurasi dan dapat dipercaya. Harga yang tertera di buku itu adalah harga dalam kondisi M atau Mint. Dan sebaliknya yang terjadi di Indonesia, Vinyl Grading atau menentukan kondisi sebuah vinyl sangat jarang digunakan. Walaupun vinyl grading sangat bersifat subjektif, tetap saja harus dilakukan guna menentukan harga jual sebuah vinyl. Panduan vinyl grading milik Goldmine (kerap disebut Goldmine Standard) sangat membantu dan mudah dipahami. Sehingga sudah selayaknya bagi para kolektor untuk mulai menggunakan panduan itu saat berencana menjual koleksinya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenapa banyak orang enggan melakukan vinyl grading di Indonesia. Pertama, malas mencari informasi. Padahal banyak sekali informasi mengenai panduan-panduan grading di internet yang bisa di gali. Kedua, mental si penjual yang ingin menangguk untung besar dengan strategi menjual barang langka. Padahal seringkali kita temui vinyl-vinyl bekas dengan kondisi yang lebih cocok mengisi tempat sampah. Yang ketiga, vinyl tergolong barang langka di Indonesia apalagi setelah era 1970an dimana banyak pabrik-pabrik pemrosesan piringan hitam gulung tikar. Para pencinta vinyl harus berbelanja online atau ke luar negeri untuk mendapatkan incarannya. Memang ada semacam surga piringan hitam murah di Jalan Surabaya Jakarta, tapi itu sangat bersifat untung-untungan dan tidak selalu ready stock.
Faktor keempat, fenomena online shopping kerap membawa permasalahan tersendiri. Vinyl tergolong barang mahal dari mulai $9.99 hingga ratusan sampai ribuan dollar. Ditambah ongkos kirim yang terus menyesuaikan situasi ekonomi. Dan ketika vinyl yang dipesan sampai ke tangan, tak jarang kondisinya sudah jauh berbeda dari awal mula karena proses pengiriman yang terkadang asal-asalan. Sehingga harga jual kembali juga sudah seharusnya jatuh. Namun karena secara prinsip ekonomi, penjual tentu tak mau rugi dan tak lagi memedulikan grading. Mereka maunya tetap mengambil untung dari vinyl yang sudah berubah kondisi tersebut.
Saya pernah punya pengalaman ”dirampok” ketika membeli piringan hitam incaran pada saat awal-awal menyukai piringan hitam. Dari sebuah situs pertemanan, saya mendapat kontak ke seorang penjual piringan hitam yang kebetulan memiliki apa yang saya cari yaitu plat hitam ”Municipal Waste – Hazardous Mutation”. Tadinya dia enggan menjual album tersebut dengan alasan masih menyukainya dan sudah sold-out di toko-toko online. Saya membujuknya dengan berbagai cara. Akhirnya dia mau melepasnya dengan harga Rp.450.000,- karena saya minim pengetahuan, saya setuju saja. Dan keesokan harinya si penjual menaikkan harga menjadi Rp.500.000,- betapa bodohnya saya menyetujuinya begitu saja.
Setelah barang datang, saya sangat kecewa dengan kondisinya; tanpa segel, bukan gatefold jacket, kover yang sudah agak berkerut, pojok sampul yang bengkok. Dan yang masih membuat saya dongkol hingga detik ini, di situs-situs macam ebay harga sebuah NM kopinya saja hanya dibawah 20dollar-an. Saya memutuskan tak lagi mempercayai penjual ini. Ketika dia menawari sebuah ”Anthrax – State of Euphoria” First Pressing (katanya) saya tak menggubrisnya sama sekali. Karena saya mendapatkan 2 album Anthrax di ebay Cuma seharga 6 dollar dan dalam kondisi memuaskan pula.
Jadi kesimpulannya, untuk anda yang baru mulai mengoleksi, ada baiknya menggali informasi-informasi sebanyak mungkin khususnya tentang vinyl grading tersebut. Jangan terjebak dalam ”kelangkaan”, karena yang terpenting adalah kondisi piringan hitamnya. Saat ini di Indonesia, piringan hitam bukan sebuah bisnis yang menjanjikan, jadi bergerak lah dengan passion dan kecintaan, bukan uang. Dan yang menjadi faktor terpenting adalah KEPERCAYAAN.

No comments:

Post a Comment