Sunday 29 November 2009

Siapa Bilang Vinyl Lebih Ok?



Banyak yang bilang kalo vinyl lebih superior daripada CD sebagai music carrier. Mungkin ada benarnya tapi juga ada beberapa kekurangan yang sangat mempengaruhi. Dari beberapa isu yang saya baca di blog-blog pribadi macam multiply atau blogger, ada pernyataan bahwa penjualan vinyl naik setiap tahun bila dibanding CD yang terus menurun. Sikap konsumen sekarang cenderung berubah dari yang hanya sekadar pendengar berubah menjadi kolektor musik sekaligus artwork. Contoh kecil saja, saya punya pengalaman beberapa waktu lalu waktu "mampir" berbelanja di sebuah toko online asal Bandung, disitu menjual merchandise berupa kaos, beberapa judul CD dan sedikit piringan hitam. Dilihat dari tanggal katalog-nya memang sudah agak lama dan jarang di-update. Beberapa CD juga terlihat masih in-stock. Mata saya tertarik pada 2 buah vinyl rilisan Record Label favorit saya, segera juga saya mengontak sang pemilik untuk menanyakan stok vinyl tersebut via sms. Balasan yang ditunggu datang, sudah sold bunyi sms nya. Kaget juga membaca sms tersebut, karena saya hanya telat beberapa hari dari tanggal upload foto katalog tersebut. Dari pengalaman saya tersebut bisa diambil contoh kecil perihal vinyl vs CD. Alasannya ya dari kalimat pertama tulisan ini; mitos bahwa vinyl lebih awet ketimbang CD, tergiur embel-embel limited edition dengan iming-iming harga jual kembali yang meroket, menyukai artwork yang super besar, dll. Padahal ketika ditengok lebih lanjut, merawat vinyl lebih susah menurut saya.

Vinyl itu fragile, sangat-sangat fragile! Hampir mustahil menerima sebuah kopi yang flawless atau Mint. Apalagi dari sebuah rilisan jadul tahun 50an. Padahal harga jual kembali sebuah vinyl tergantung dari grading yang biasanya ditandai dengan M=Mint, NM=Near Mint, VG++=Very Good++, VG=Very Good, dan Poor. Bagi kita yang tinggal di Indonesia, sangat jarang vinyl yang sampai di tangan kita dalam kondisi Mint, meskipun di toko yang menjual menjamin bahwa barangnya New and Sealed alias baru dan segel. Proses shipping, perlakuan kurir dan transit yang lama tak jarang memperbesar kemungkinan order kita rusak. Sementara Mint Cover, berarti tanpa cacat berupa ujung sampul yang rusak (bent corner, dinged corner), ring wear (bekas berupa lingkaran hasil dari piringan hitam yang menekan sampul), split seams (sampul sobek akibat guncangan), atau kerusakan pada warna. Untuk vinyl-nya sendiri Mint berarti tidak ada goresan barang selembut apapun pada alur yang akan menghasilkan noise atau gemerisik. Bila melihat kriteria Mint diatas sangat mustahil untuk mendapatnya. Dari pengalaman saya selama berburu plat online, hanya beberapa yang tiba ditangan saya dengan kondisi sempurna. Lainnya? Ujung sampul bengkok, sampul pelindung vinyl sobek, dan goresan2 lembut pada vinyl. Goresan2 ini tak jarang akan semakin parah bila vinyl sering dipindah2kan dan dipegang tepat pada alur nya (groove).

Mengkoleksi vinyl itu membutuhkan waktu dan perhatian lebih dibanding CD. Karena CD memiliki pelindung plastik (CD case) yang pastinya lebih tahan lama bila dibanding karton tebal milik vinyl. Ada yang bilang vinyl dari tahun 50an masih bisa didengar hingga sekarang, memang betul, tapi bagaimana dengan kualitasnya? Sebagian besar vinyl dari tahun ini memiliki noise yang besar dan sering pula membuat skip (jarum turntable meleset).
Jadi masih tertarik mengkoleksi vinyl?

No comments:

Post a Comment